Belajar Pada Hentakan Ruang
Membaca sebuah ruang yang telah dikelola, dapat dilakukan dari beragam sudut penglihatan. Ini yang kemudian membangun persepsi berdasarkan perspektif yang dipahami. Memahamkannya bisa jadi bukan sebuah hal yang merumitkan, namun untuk kemudian membenamkannya, menjadi sebuah langkah tersendiri yang tak terlalu dimudahkan.
“Kita tahu bahwa tambang itu merusak, namun juga ada yang bisa berbuat baik”, ujar pekerja sektor ini. Ya, kita telah memiliki ruang baca masing-masing, yang bisa jadi tak terlalu begitu mudah juga untuk dipahami. Menjadi rumit kemudian, karena ketidaksepahaman itu digulirkan pada ruang yang lebih luas. Masih pun terlalu sukar untuk mempertemukan antara pengrusakan dan berbuat baik. Dua sisi keping mata uang, dari keping yang berbeda.
Bahwa kemudian setiap kita butuh energi agar terus dapat beraktivitas dan berkehidupan, memang tak bisa dipungkirkan lagi. Dan untuk meraih energi tersebut butuh beragam daya yang disatukan, termasuk sesuai dengan kapabilitas masing-masing, pun tak perlu diperdebatkan. Sehingga ketika telah memilih arah jalan yang diyakini dapat menghasilkan energi kehidupan baru, dengan meniadakan kehidupan lama, maka biarlah itu tetap sebagai sebuah cerita peradaban, yang pastinya akan bertransformasi pada waktunya.
Tak perlu jua untuk diperbincangkan seterusnya. Sebagaimana ketidakterkejutan terhadap bangunan organisasi yang dihidupkan lalu disiapkan untuk dimatikan segera. Bahwa ketika sebatang benih mulai menjadi bibit, berikanlah kebebasan padanya untuk memilih arah matahari. Kemudian yakinilah bahwa pemberian pupuk dan hara pada jangka pendek menjadikan awal kehidupan yang baik. Agar kemudian akar-akar terlatih untuk menyerap zat yang lebih tepat, sehingga pada waktunya menghasilkan untaian buah yang dimaniskan.
Memberikan isian yang cukup, dengan menopang sementara waktu, bukan dengan tetiba menghentakkan langkah dan meninggalkannya. Memang rumpun epyphit yang selalu ada keinginan untuk menyerap sari-sari yang telah dihasilkan oleh tetumbuhan inangnya. Yang kemudian seolah memberikan kesejukan baru, namun sejatinya secara perlahan mengeringkan kehidupan tunas yang baru ingin berkembang. Biarlah itu, dan teruslah mencari arah matahari yang tepat, agar sinarnya mampu mengolah sari kehidupan yang mengaliri nadi.
Ini bukanlah sebuah cerita yang baru. Ketika industri ingin berpindah ruang yang berbeda, atau kemudian meniadakan dirinya, lalu kemudian disusun exit strategy, yang tak jua keluar dari zona nyamannya. Hanya tumpukan dokumen yang tak pernah tuntas dibahaskan kemudian yang menjadi penghibur. Lalu pertarungan antara anak-menantu-cucu hingga keponakan yang tersisa, berupaya untuk tetap berdiri dan berkesempatan menghisap sisa-sisa sari terakhir yang ditinggalkan.
Membangun sebuah organisasi bukanlah semata menanamkan stek tetumbuhan dan membiarkannya tumbuh dengan sendirinya. Nilai yang ingin dibawa perlu diserapkan pada seluruh sumber daya yang dimiliki. Bukan pula untuk menantikan tetesan hujan di musim kemarau. Namun kemudian berupaya untuk menuju tetesan air menyegarkan dari sumber-sumber yang berbeda. Organisasi bukanlah kendaran tanpa awak. Mimpi pengemudi dan penumpangnya menjadi arah yang harus dituju, dengan kapabilitas dan kapasitas yang dimiliknya. Memilih untuk terbunuh sepi hingga tetesan itu benar-benar menetes, ataukah harus segera untuk berlari ke pantai lalu belok ke mangrove dan tersesat di kaki pegunungan karst.
Mari kembali menikmati bintaro yang terlihat menyegarkan. Atau sekedar berharap dedaun putri malu tak lagi menguncup ketika tersentuh angin. Ruang yang dibangun bukanlah sebuah ruang hampa. Selalu ada terpaan waktu yang tak pernah berhenti bergerak. Segeralah tidur dan kembali menarik selimut yang tak hangat. Dan kemudian masuk ke dalam mimpi yang dilupakan. Menjadi pekerja bukan pilihan, maka sebaiknya fokuslah sebagai pengangguran. -..-
Leave a Reply