cara mikir
Sebuah ungkapan di linimasa mengungkapkan bahwa kemampuan negeri ini menghasilkan programer berkualitas masih sangat rendah. Lalu kemudian, ranah pendidikan tinggilah yang patut disalahkan. Tak salah memang, apalagi bila membaca tulisan pembelajaran Kang Onno tentang bagaimana membelajarkan dengan pola baru. Namun, sebenarnya tak juga salah pendidikan tinggi, karena pembelajaran cara berpikir komputasi, tak pernah dilakukan sejak pendidikan dasar.
Lalu, mengapa negeri ini abai selama puluhan tahun untuk meletakkan dasar-dasar masa depan negerinya? Cara berpikir yang tepat, tidak pernah dibelajarkan, sejak pendidikan dasar, pun hingga tingkat strata pertama (sarjana). Sehingga, hampir sebagian besar lulusan pendidikan tinggi, baik vokasi maupun tidak, memiliki cara pikir sebagai robot, yang membutuhkan perintah. Tak ada inisiatif dan berhenti berpikir kreatif, apalagi untuk membelajarkan hal yang baru.
Makapun, tak salah bila linimasa hanya dipenuhi celotehan kosong, yang hanya mampu berkata setuju, bilamana satu pandangan, dan berkata tidak pun ditambah cacian, pada ungkapan yang tak sepemahaman. Masih sangat sedikit yang mencoba untuk membangun tapisan personal, apalagi memproses informasi yang diterima.
Pun memang, kebutuhan programer cerdas dan kreatif semakin meningkat. Sementara ketersediaannya semakin sedikit. Pabrik pengolahnya hanya berpikir soal bagaimana memperbanyak keuntungan. Lalu melupakan bahwa kurikulum yang dibangun, tak menyentuh kebutuhan dasar bagi negeri ini. Dan memang, penyiapan sumber daya manusianya di tingkat dasar dan menengah, pun tidak disiapkan untuk menjadi generasi pemikir.
Generasi Z hari ini dilahirkan sebagai robot. Ujian Nasional telah berhasil mengubah pola pendidikan dasar dan menengah. Akibatnya, keinginan membaca dan belajar, semakin merendah. Yang paling dasar ditanyakan adalah “Apakah ada kisi-kisinya?”
Masih ada harapan bagi negeri ini, dengan mulai membenahi kurikulum pendidikan dasar hingga menengah. Pun harus dilakukan secara merata, hingga ke pelosok negeri, dengan bukan semata mengirimkan delegasi dari kota ke desa, yang lalu tak kembali lagi setelah program berakhir. Guru-guru harus direstart dan diprogram ulang. Lembaga penghasil guru pun harus dibangun ulang, karena merekalah yang menjadi penghasil generasi masa depan negeri.
Butuh pengubahan cara pikir negeri ini. Entah haruskah dimiskinkan pikirannya, agar semakin dahaga dengan cara belajar baru? Atau pula harus dilakukan pemberangusan massal generasi guru hari ini, dengan melahirkan guru-guru modern, yang tak menyerah dengan kondisi sosial-kultur, dan mampu memanfaatkan alam sebagai media belajar, yang berpikir secara komputasi.
Selanjutnya, berhentilah berada di zona nyaman. Keluarlah dan bersenang-senanglah. Berhentilah untuk menjadi budak proposal dan laporan. Memilih untuk berada pada zona yang tak nyaman, tentunya akan lebih menyenangkan. Begitu sih, kabarnya 😀
Leave a Reply