Ketukan Pintu
Membangun suasana pembelajaran di dalam ruang menjadi prasyarat pertama untuk mengalirkan pengetahuan dan energi pembaharu. Ritme dan aura membantu menjalarkan kreatifitas itu.
Tok.. tok.. tok… Lalu ucapan singkat yang mengharap permakluman yang tak perlu jawaban itu hadir…
Sekejap. Hanya sekejap. Namun itu membuyarkan seluruh rangkaian yang telah disusun terap demi terap. Bak bangunan uno yang runtuh dalam sesaat. Seluruh energi membaur dalam keseimbangan semu. Lenyap sudah impian membangun generasi yang diharapkan sesuai dengan yang selalu diceritakan di berlembar-lembar kertas dan diratusan email yang tiba di pagi hari.
Ketukan itu, membunuh waktu. Tak bisakah seorang pemain catur bersiap dengan langkah kelima setelahnya? Belum mampukan pemain domino bertemu kartu yang dipanggilnya dari buangan terakhir? Ingin kemana beranjak sebenarnya, ketika ketukan itu selalu berulang.
Ruang belajar, bukanlah semata barisan teks di layar dan keheningan ketakutan para pembelajar. Ketukan-ketukan itu menjadi ancaman. Perintah bukanlah keseganan. Instruksi tak akan mampu melahirkan generasi cerdas.
Bacalah sejenak tentang mengapa Totto-chan memilih untuk masuk dalam kotak sabun itu. Bacalah sejenak mengapa pendidikan hari ini melahirkan generasi yang selalu berupaya menunjul kawalnya untuk sekedar ke depan. Lalu, apakah tiang-tiang yang membeku tak berlanjut itu masih harus berselimut debu dan sekedar menjadi bualan pagi hari?
Hening, diam, mengkonstruksi ulang cara pikir dan cara tindak. Itulah makna kecil yang dapat diraih dari gerakan-gerakan yoga di pagi berasap itu. Bukan bagi fisik semata pun, namun pada jiwa, agar menjadi lebih mampu menebarkan semangat keceriaan, bukan ketakutan semu.
Hentikanlah ketukan-ketukan itu ketika mereka sedang membelajar dalam ruang. Buatlah kertas-kertas rencana yang menempatkan waktu yang tepat untuk mengetuk. Tak perlu selalu menguraikan gagasan pada waktu saat itu juga, karena tak ada yang sedang diburu waktu.
Leave a Reply