memaknakan kata pengharapan
Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan, doa itu adalah permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Namun bagi saya, doa itu lebih pada sebuah upaya meletakkan kata dan kalimat di dalam penggerak hari. Doa bukanlah sebuah pujian, doa bukanlah sebuah permintaan, doa bukanlah sebuah harapan. Doa hanyalah kata. Doa sekadar sebuah sugesti yang direkatkan agar kemudian tubuh dengan kesadarannya menuju pada kata yang diucapkan.
Kadang, kata-kata pengharapan itu dialirkan saja melalui tenggorokan, tanpa memberikan makna apa-apa. Pun bahkan dengan ekspresi yang luar biasa, dengan air mata ataupun suara yang berintonasi khusus. Dan kemudian hanya berlalu, karena kemudian kata-kata itu keluar demi pengharapan yang tak sebenarnya.
Kata-kata pengharapan berwujud pada waktunya. Otak yang menggerakkan hanya mampu ditahan oleh rasa. Ketika keduanya telah bersepaham dengan kata pengharapan, maka otot dan persekawanannya mulai bekerja sesuai dengan fungsinya menuju pengharapan itu. Pun ketika kata-kata itu selalu diulang, dengan memberikan segala indera terus tersentuh olehnya, maka kemudian ia akan mengakar pada aliran nadi.
Ketika mimpi telah diimajikan, menjadi sketsa-sketsa hari, perlahan gambarnya semakin terlihat. Ragu menjadi penghapusnya. Kegelisahan akan melahirkan guratan yang tak bermakna. Ketakutan menjadi hambatan pertama menuntaskannya. Mimpi sederhana tak akan menjadi sangat sederhana, karena guratnya memiliki setiap makna dan langkahnya sendiri.
Sepertiga waktu hidup ini adalah waktu berhibernasi dan bermeditasi. Sepertiganya adalah waktu untuk merekontruksikan mimpi. Sepertiga lainnya adalah waktu untuk memberikan rasa mimpi pada sekitar. Sementara setiap pagi dan malam, rasa kantuk lebih berkuasa untuk kemudian melupa pada kata-kata yang sebaiknya digambarkan pada indera kita.
Saya belajar pada pendoa pagi dan malam. Saya belajar pada mereka yang berdoa dengan suara lantangnya. Saya belajar pada pendoa yang membacakan teks dengan bayang amplop setelahnya. Saya belajar pada pendoa yang tak berdoa. Dan saya hanya berdoa agar tak lagi berdoa. Kata pengharapan, biarkanlah ia merindukan pertemuannya. Mari berhenti berdoa dan teruslah bermimpi !
Berat postingannya.
Berdoa adalah bentuk kepercayaan adanya suatu kekuatan ghaib yang Maha Kuasa. Orang berdoa sejak jaman dahulu, bahkan sebelum suatu Agama dikenalkan. Do’a bagi saya adalah suatu permintaan yang ditujukan kepada Allah SWT dan umumnya doa yang sama dilakukan berulang-ulang. Semakin sering diulang maka hal ghaib tersebut (doa) di satu sisi akan diserap dan di-amini oleh fisik dan perbuatan saya. Misalnya saya berdoa agar diberikan ilmu yang bermanfaat maka fisik saya dan sesuatu yang ghaib disekitar saya akan memudahkan saya untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, jadi doa juga sebagai motivasi tujuan hidup agar kita lebih fokus, dalam kasus contoh tadi saya akan fokus untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat sedangkan untuk ilmu yang “percuma” atau tak berguna saya dapat acuhkan. Kalau kita terus berdo’a maka kita secara jelas akan tahu apa yang kita mau’i atau yang akan kita lakukan, bahkan bukan hanya kita yang akan men-aminkan/mendukung doa kita sesuatu yang tak jelas saya yakin juga meng-amini. Misalnya kita jadi jamaah orang berdoa dengan bahasa arab yang kita gak tahu artinya, tapi pastinya dia berdoa dengan doa yang baik karena imamnya orang yang amanah, maka dengan frekwensi yang didukung orang banyak ampitudo nya akan semakin kuat, seluruh jagat mendengar, jin, malaikat dll mendengar. Kalau radio dengan frekwensi dibangkitkan batere 12 volt saja bisa mencapai antar benua, apa lagi frekwensi yang dibangkitkan orang banyak (jamaah).
Mimpi menurut saya adalah presentasi yang dibangkitkan oleh alam bawah sadar. Kenapa dinamakan alam bawah sadar, karena munculnya saat kita dalam kondisi tidak sadar. Kita tidak sadar pada saat otak berada pada frekwensi berada atau dibawah frekwensi Alfa. Frekwensi alfa adalah frek. rendah yang dapat kita miliki saat tidur. Pada saat kita berada pada frekwensi rendah tubuh kita bisa berkonsentrasi paling optimal, apa yang ada dalam mimpi akan tertanam dalam otak kita, atau bahkan dapat menjadi suatu sugesti yang diakui tubuh kita dan dapat kita rasakan saat kita sudah sadar, sehingga dengan tertanamnya mimpi yang bersifat keinginan/harapan akan masa datang juga menyerupai manfaat dari suatu Do’a.
Dari pemikiran diatas, saya berpendapat bahwa doa dan mimpi mempunyai persamaan, yaitu keinginan akan terwujudnya suatu harapan apapun itu baik yang mungkin (possible) atau yang terasa mustahil. Bedanya Do’a dilakukan hanya dengan saat kita sadar dan menggantungkan harapannya tersebut pada suatu kekuatan yang maha Kuasa. Sedangkan Mimpi umumnya ditanamkan pada pikiran kita saat kita kita berada dialam bawah sadar yang dapat mensugesti dan menggantungkannya hanya pada tubuh kita untuk mampu melakukannya dan berbeda dengan Do’a, pada mimpi terkadang muncul hal yang kita tidak ingin terjadi sehingga kita berharap agar mimpi tersebut tidak menjadi kenyataan. Jadi saya tetap akan berdoa agar 10 mimpi-mimpi terbaik saya dan hal-hal baik yang saya inginkan dapat dikabulkan oleh Allah dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Aamiin YRA.
Thanks for sharing.
Salam.
T. Bustomi