Menunggu Titik Bebulik
“Coba masukkan data terbaru, tahun 2015 lah” begitulah berulang kali disampaikan ketika mencoba menyusun data-data terkait dengan perubahan iklim di Kalimantan Timur. Maka ketika membuka catatan dari Bank Indonesia, maka tersebutlah bahwa laju pertumbuhan ekonomi provinsi ini berada di angka -0.85%.
Minus. Angka ini tentunya tak akan menjadi aneh, bila membaca laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten-kotanya. Karena Bontang, merupakan sebuah kota yang telah mengalami masa-masa pertumbuhan ekonomi yang minus. Pun beberapa wilayah lainnya. Tentunya ini menjadi sebuah kegelisahan, seharusnya. Karena kemudian, akan ada banyak perubahan yang terjadi, dengan laju pertumbuhan ekonomi yang negatif tersebut.
Terkadang, ketika membaca angka-angka statistik ini pun, menemukan banyak tanda tanya. Ketika provinsi ini mampu melaju di angka 276,77% di tahun 1998, karena faktor minyak bumi dan gas alam, setahun setelah mengalami defisit pertumbuhan, dan juga setelahnya mengalami pertumbuhan ekonomi yang minus. Artinya kemudian, hentakan yang terjadi saat ini masihlah belum terlalu berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial warganya.
Pertumbuhan usaha mikro, hingga usaha kecil dan menengah, menjadi penopang ekonomi dan membantu kembalinya pertumbuhan ekonomi ke arah positif, di perode akhir 1990-an. Pembelajaran yang dapat diambil saat itu adalah semakin bertumbuhnya pasar-pasar bagi komoditi lokal, ekonomi lokal, dan produk-produk lokal.
Tentunya menjadi berbeda di era 2015-an ini. Selain bahwa karakteristik ekonominya yang telah menuntaskan industri ekstraktifnya, maka ekonomi saat ini juga mengarah pada ekonomi digital maupun ekonomi berbagi. Rantai pasar baru terbangun, dengan kehadiran infrastruktur teknologi informasi yang semakin berkembang. Pun terhadap kesepakatan regional, tentang perdagangan bebas, sehingga pintu persaingan menjadi terbuka lebih lebar. Sementara, pola prosumsi warga Kaltim masih belum beranjak dan tak jauh berubah dari dekade sebelumnya.
Ketika berbincang dengan pelayan publik di bidang penguatan UMKM, maka tergambar jelas kegagapan di dalam membaca pergerakan kelompok usaha mikro, kecil, hingga menengah ini. Tidak ada cukup data yang bisa dibaca untuk mengetahui perkembangannya, ataupun mempersiapkan data dasar bagi program penguatannya. Maka pun, kembali pada era awal 2000-an, para pelaku ekonomi berupaya bangun dan bergerak dengan kekuatan sendiri di dalam kelompoknya, untuk mampu melewati fase krisis yang dilalui.
Ketersediaan teknologi informasi, yang sebenarnya dapat membantu mempermudah pengambilan keputusan, masihlah dipersiapkan secara tidak terlalu serius. Belum lagi ketika bicara tentang tata kelola teknologi informasinya. Maka akan ditemukan banyak ketimpangan dan ketidaksiapan di dalam mengadopsi teknologi baru, yang saat ini telah semakin mengandalkan komputasi awan (cloud computing) dan data besar (big data), serta komunikasi-informasi semantiknya.
Kemudian, mulailah harus kembali menyusun ulang arah pembangunan generasi kemudiannya. Bagaimana agar setiap generasi mampu mengadaptasi dan bertahan, serta melampaui masanya. Ketika kemudian APBD semakin menurun tajam, dan laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan penurunan secara konsisten, maka harus ada pilhan jalan lain yang dipersiapkan. Tak hanya bersandar pada ekonomi ekstraktif, namun memadukan komoditi lokal yang bersinergi dengan teknologi informasi.
Agrebusiness merupakan pilihan masa datang. Membangun pertanian modern dengan pola kelola tradisional, dikuatkan dengan teknologi informasi yang berselaputkan Internet of Things ataupun Internet of Everythings, komputasi awan (cloud computing), data besar (big-data) dan sosial media marketing, menjadi pondasi ekonomi baru provinsi ini.
Dalam sebuah ruang yang menjauh dari keriuhan, hamparan pertanian dan kesibukan lalu lintas, maka mulailah harus dibangun mimpi sebuah wadah membelajarkan generasi, dengan aroma payau dan cabai yang berpadu, perlahan dan terus digerakkan. Ketika pesawat pertama melintasi angkasanya, maka saat itulah pertarungan intelektual mulai dijalani. Memadukan tiga unsur utama, sosial, bisnis, dan teknologi, menjadi benih plasma bagi perbaikan persoalan yang mengakar di negeri ini, mendidikan !
Leave a Reply