para pembelajar
Entah mengapa. Hampir pada setiap ruang, saya selalu dipertemukan dengan para pembelajar. Mereka yang haus akan pengetahuan. Menjadi “Hacker” pada bidangnya. Mereka menjadi orang-orang yang penuh keceriaan dan semangat untuk bercerita tentang pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki.
Saya menggunakan istilah hacker sebagai orang yang menjadi sangat ahli di bidangnya dan terus mendalami keilmuannya dengan sangat antusias dan melampaui pengetahuan umum pada saat itu. Bisa jadi definisi ini berbeda dengan definisi yang digunakan oleh pihak lain. Definisi ini juga saya temukan dari seorang kawan yang memberikan pembelajaran tentang hacking. Baca juga: definisi hacker dan kontroversinya.
Pada bidang teknologi informasi, tentunya tak begitu sulit untuk menemukan orang-orang yang luar biasa itu. Mulai dari urusan keamanan komputer dan jaringannya, programing, sistem informasi, hingga urusan media sosial. Walaupun, sebagian besar dari mereka enggan untuk mempublikasi diri, karena memang karakter utama dari seorang hacker adalah tak ingin mempublikasikan dirinya.
Di luar bidang itu, saya bertemu dengan ahli agroforestry yang luar biasa di sebuah sudut di Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara. Pak Suhendri nama beliau. Saya juga pernah dipertemukan dengan Pak Eko, seorang yang sangat paham tentang tumbuhan obat hutan, yang beberapa pengetahuannya telah diteliti para akademisi, namun nama beliau belum pernah dipublikasikan. Pertemuan ini juga dikarenakan saya belajar pada Amay Wijaya, yang beberapa kali menjadi guide bagi acara petualangan di sebuah stasiun televisi. Nama beliau pun belum terlalu terdengar, namun bila ingin memperoleh pengetahuan tentang masyarakat Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, sempatkanlah berbicang dengan beliau.
Dan telah sejak satu dekade lalu, saya dan beberapa kawan selalu berada dalam lingkar para pembelajar. Tak banyak yang mungkin tahu dengan mereka yang cukup memahami satwa-satwa Kalimantan, seperti yang dipahami oleh Rustam ataupun Chandra Dewanaboer. Dan banyak lagi mereka yang menjadi hackers hidupan liar. Termasuk seorang kawan yang sangat menyenangi mengoprek kamera, hingga membuat sendiri lensa dari paralon ataupun membuat camera trap sendiri. Saya juga dipertemukan hacker burung, yang sekarang terjebak dalam lingkar perubahan iklim, dan hacker lumut yang bermimpi menjadi scientist, dalam perjalanan pembelajaran saya.
Di isu perkotaan, saya dipertemukan dengan Ellie Hasan, yang sekarang menjadi kurator Galeri Samarinda Bahari. Berawal dari perbincangan di media sosial, lalu kemudian beliau bergerak untuk mengumpulkan kembali gambar-gambar masa lalu tentang kota Samarinda. Pun saya bertemu dengan Yustinus Sapto Hardjanto, seorang videographer dan penulis, serta menjadi salah seorang sutradara Film Linimassa #3, yang sekarang mengembangkan Cerita Kota. Penikmat kopi dan Manado, cerita-cerita dan beragam pengetahuan dialirkan bagi mereka yang ingin belajar. Dan mungkin sudah cukup banyak yang mengenal penyiar galau, Tino Tindangen, yang selalu berenergi ketika berbagi cerita tentang dunia broadcasting.
Dan mungkin tak terlalu banyak yang mengenal Panthom Priyandoko, kecuali memang pernah berinteraksi dengan beliau pada workshop dan pelatihan yang diikuti oleh pekerja organisasi non pemerintah. Padanya pengetahuan tentang seni belajar dan berbagi pengetahuan saya dapatkan. Serta tak banyak yang mengenal Firdaus Noor, yang berbagi pengetahuan tentang bisnis, organisasi, dan pengelolaan sumberdaya manusia.
Merekalah yang terus melahirkan semangat bagi saya. Untuk memilih jalan yang saat ini dilakoni. Tetap belajar pada alam dan berupaya berbagi pada sesama. Bahwa pengetahuan itu bukanlah hal yang mahal untuk dibagikan. Bahwa semakin menguras pengetahuan yang ada dalam alam pikir kita, akan kembali terisi dengan pengetahuan baru yang tak pernah terhenti. Dan, ruang itu menghidupkan.
Walau juga, tak selalu mudah untuk menjadikan seseorang sebagai pembelajar. Karena ini soal mimpi, imajinasi, dan visi. Saya juga bertemu dengan mereka yang menghentikan keinginannya untuk belajar. Berhenti pada titik perhentian, karena merasakan kelelahan dalam mengurai perjalanannya. Akhirnya, mereka hanya berputar pada bidang yang sama, hingga kemudian gerak sentrifugalnya melemparkannya pada arah yang tak dituju.
Para pembelajar selalu ada disekitar kita. Hanya bagaimana menyamakan frekuensinya agar kemudian memperoleh energi mereka. Menyiapkan diri untuk bersabar dan menghilangkan kebosanan, bahkan kantuk, untuk mendengarkan curahan pengetahuan yang luar biasa. Hingga kemudian, memori otak tak lagi mampu menyusun dengan baik data yang berolah menjadi informasi, terus menggenangi cairan otak kita. Dan setelah itu, tinggal bagaimana jiwa kita mampu mengelolanya, dan meneruskan curahan pengetahuan pada mereka yang juga menjadi pembelajar.
Langkah ini hanya akan berhenti bilamana telah tak ada lagi pengetahuan baru yang dialirkan. Ketika kemudian akhir dari perjalanan telah dipertemukan. Kelokan dan tanjakan-turunan selalu berada di depan. Tinggal bagaimana kita mampu untuk mengelola dan mengatur nafas jiwa, agar tetap mampu berada pada arah tuju kehidupan ini dihadirkan. Berimajinasilah, dan teruslah menjadi dahaga pengetahuan. Hanya itulah mengapa saya masih ada !
Leave a Reply