Hak Atas Karbon: Diskusi yang Belum Selesai
TULISAN YANG BELUM SELESAI. KALAU ADA BACAAN ATAU INFORMASI YANG BISA DIBACA, MOHON BERKOMENTAR 🙂 ==== Diskusi terkait hak atas karbon hingga saat ini masih belumlah selesai. Masih belum tersedianya hukum yang tegas terkait hak atas karbon, menjadikan karbon, sebagai komoditi baru, mencoba terus dilekatkan sebagai komoditi, yang kepemilikannya dimiliki oleh mereka yang memindahtangankannya maupun
toko kelontong
Dulu saya pernah mendengar seorang pekerja non profit berujar ke saia “ini cuma sementara, setelah enam bulan, saya akan buka toko kelontong“. Sudah lebih dari satu dekade ucapan itu. Berulang kali saia bertemu lagi dengan yang berujar, dan saia masih mengajukan pertanyaan yang sama, “gimana toko kelontongnya?“. Dan jawaban yang ada pun tetap sama,

transkrip itu …
pekerjaan menranskripkan sebuah perbincangan itu memang tak mudah. kehilangan satu kata saja bisa bermakna berbeda. makapun penghargaan terhadap mereka yang bekerja pada hal tersebut harusnya lebih ditingkatkan. kasus penranskripan video pemimpin suatu wilayah saat berdialog dengan warga di salah satu kepulauan menjadi sebuah contoh sederhana. ada satu kata yang hilang, yang kemudian menjadi pemaknaan baru.

pada benih biji itu
tebar.. tebarkanlah benih itu dan biarkan tanah lembab melingkupinya agar tumbuh tunas baru yang menyegarkan tanam.. tanamlah biji itu dan biarkan remah serasah perlahan menutupnya agar tunbuh pohon baru yang menghidupkan tak perlu menunggu apa yang akan dihasilkannya tak usah menanti indah warna ragam bunga yang memekarnya tak butuh tahu seperti apa manis asem
i.k.h.l.a.s
Sebuah perbincangan tentang bagaimana melakukan perubahan karakter dari sebuah individu yang enggan untuk beranjak dari titik berpijaknya. Mungkin sebuah pengharapan sudah entah berapa kali diuraikan. Mungkin keraguan masih hadir dalam pengharapan yang diajukan. Hingga kemudian, tak ada titik berpendar pada karakter yang membatu. Ikhlas menjadi sebuah pertanyaan. Apakah ia ada? Tanggung jawab itu berhenti pada