masih belajar (sumber: https://www.flickr.com/photos/mimax/303567279/)

sekat belajar

bisa jadi pemateri?” “bisa jadi narsum?” Sudah lama tak mendengar ini. Ketika ada kelompok yang ingin belajar, lalu mengambil pilihan untuk membuat sebuah acara berkumpul, dengan layar terang, penyorot lampu, dan tayangan kata dan gambar disajikan. Berharap akan ada pengetahuan yang dialirkan. Pola 1.9 dalam proses belajar.

Sore ini saya berbicang via pesan singkat. Sama halnya, merencanakan sebuah proses belajar, disebutnya sebagai pelatihan, agar hasil akhirnya akan dapat dihasilkan tulisan-tulisan dari para mereka yang mengikutinya. Sebuah proses yang diulang, dari proses yang pernah dilakukan empat atau lima tahun lalu, yang kemudian hanya menghasilkan 3 tulisan yang tak pernah selesai.

Belajar hari ini, pada era 3.5, bukanlah lagi serupa dengan belajar yang memerlukan guru ataupun para pengajar. Saat ini lebih dibutuhkan kawan-kawan yang ingin belajar bersama. Tak ada yang lebih berpengetahuan, karena internet telah menyajikan hamparan pengetahuan yang sangat mudah untuk dipahamkan. Bukan hanya untaian tulisan, gambar, video, bahkan webinar pun kian kerap disajikan melalui teknologi informasi hari ini.

Hanya butuh niatan yang sebenarnya, untuk menjadi pembelajar, lalu kemudian satu botol air mineral kecil yang dibeli di sebuah cafe, kalau diperbolehkan, pesanlah segelas air putih, sambil bertanya password untuk mengakses internet melalui jejaring nir-kabel-nya. Setelah itu, tinggal menuju duckduckgo dan mulai merambah pengetahuan yang ingin didapat.

Internet adalah ruang pengetahuan yang luar biasa. Bahkan sampai dengan urusan bagaimana cara merebus air pun disajikan oleh beragam blok dan laman. Jadi, tak ada lagi alasan tak ada informasi atau pengetahuan yang sukar didapatkan. Sekali lagi, ini hanyalah soal niat dan keinginan untuk belajar.

Itulah kenapa kemudian saya lebih suka untuk membuat satu paket pembelajaran, bukan hanya menjadi salah satu bagian dari pemateri dalam sebuah pelatihan. Karena alur belajar, harus benar-benar disesuaikan dengan harapan kawan belajar dan mampu menaikkan gairah untuk menjadi pembelajar. Bila hanya menjadi pemateri satu bagian dari pelatihan, maka saya hanya akan menjadi pewarna yang tak akan memberikan warna.

Itulah juga mengapa kemudian saya harus menemukan aura pembelajar, dan berupaya membangkitkannya di awal proses, agar kemudian ruh yang ingin dihembuskan benar-benar menuju pada arahnya. Karena tak terlalu penting lagi teks-teks pengetahuan. Jauh lebih penting untuk memberikan pisau dan cara yang tepat menggunakannya, agar kemudian pisau itu tak digunakan untuk mencelakakan, namun akan menghadirkan racikan sajian-sajian baru yang menyenangkan.

Memang tak salah, bila mendengar adalah proses belajar yang selalu diambil oleh lebih banyak kelompok hari ini. Sistem pendidikan nasional telah sangat sukses untuk menjadikan setiap kita sebagai hanya pendengar, dan terkadang menyalin. Bukan untuk belajar berdiskusi, berdebat dengan baik, membuat resume bergambar, hingga menarik kesimpulannya, ataupun mencoba menemukan latar pengetahuan dan relasinya dengan beragam pengetahuan lainnya.

Dan pada setiap proses pelatihan yang disiapkan, selalu mencoba untuk menempatkan sebagai kawan belajar. Keyakinan bahwa setiap kita memiliki pengetahuan, termasuk pengetahuan yang masih gagal menuju pada cerebral cortex, tak mungkin diabaikan. Pengetahuan yang terbesar yang dimiliki oleh setiap kita adalah pengalaman dan perekaman yang dilakukan oleh indera yang tak lagi sekedar lima.

Jadilah pembelajar. Mulailah belajar dengan menumbuhkan keingintahuan dan kepastian arah yang dituju. Tentukan imajinasi masa, agar tak seluruh pengetahuan harus diserap. Pilihan tetap ada, mau menjadi sangat vertikal ataupun mengurai horison. Bila tak terlalu yakin akan pilihan, ambilah gerak vertikal. Menggali lebih dalam pengetahuan yang dipertajam hingga menemukan manifesto dari pengetahuan itu. Kapasitas dibangun, dengan satu mimpi yang harus diwujudkan pada waktunya.

Menjadi pembelajarlah, agar tak hanya sekedar menjadi robot-robot intelektual. Yang kemudian berpasrah pada waktu hingga hari kematian. Menyenangkan memang, terkadang. Mudah dan simple memang, sepertinya. Sebuah tanya sederhana adalah apakah lalu garis hidupmu berupa sebuah garis lurus ataukah dia menemukan lekukannya sendiri? Lalu, kamu ingin seperti apa? Hindarkan berkata, “Biarlah waktu yang menentukan“, karena waktu tak pernah menentukan apa-apa.

Dan untuk mereka yang berharap akan ada pengetahuan baru dari isi kepala saya, maka sebenarnya tak pernah akan dihadirkan. Saya hanya mampu untuk mencuri pengetahuan-pengetahuan yang  disembunyikan di jaringan otak. Karena saya terlalu malas untuk belajar. Hingga kemudian apa yang mampu saya belajarkan hanyalah apa yang tak pernah saya pelajarkan. Maka dari itu, hapuslah sekat belajarmu, karena sekat itu adalah pagar kematian pengetahuan yang diciptakan alam pikir sendiri.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: