membuat kolam …
“Gimana ya caranya agar kami bisa mandiri?” Pertanyaan ini disampaikan seoarang kawan dari barat nusantara, ia seorang pegiat sukarela untuk literasi teknologi informasi dan komunikasi. “Kami diberikan janji, kabarnya keong akan mengucurkan pendanaan kegiatan, namun hingga saat ini, itu belum terjadi.”
Realita kadang tak seindah janji. Ucap yang tak tertulis, selalu sukar untuk dimintakan perwujudannya. Makapun, jangan terlalu mempercayakan pada ucap, dan berhati-hatilah menuliskan kata. Segala yang tertulis, gampang sekali untuk diingatkan. Apalagi kemudian saat ini, media sosial sudah mulai membawa masa lalu pada hari ini, setiap paginya, agar kemudian memori yang pernah ditorehkan, kembali pada waktunya.
Obrolan kemandirian, terutama pada organisasi sukarela, tak terlalu mudah. Ada kepentingan personal dan ada kepentingan organisasi. Kedua kepentingan ini yang harus dipertemukan, dan harus pula memastikan level kerelaan dari personal. Hibah personal pada organisasi, kadang tak pernah dicatatkan. Segala berlangsung seiring waktu, hingga pada satu saat, ada kepentingan untuk bertahan hidup dari personal, yang menjadikan gelombang kegalauan level organisasi.
“Apa kurangnya wilayahmu. Ada banyak potensi produk yang terbangun. Ada kapasitas yang dirimu miliki. Dan ada kolam yang besar dari barat hingga timur nusantara pada organisasi kerelawananmu.” Sesederhana itu saia melihat dirinya dan organisasinya. Jaringan antar wilayah yang tidak kecil, dengan jumlah anggota antara 20-100 orang setiap wilayah. Artinya ada potensi orang per orang yang bisa menjadi pasar atas produk yang tersedia. “Cobalah mempertukarkan produk antar wilayah. Berikan kapasitas pada penghasil produk. Masuk dengan terbuka, sebagai penghubung bagi produsen pada konsumen. Dan juga ada lapak yang telah tersedia. Deklarasikan laba yang ingin diraih, dan pastikan pembagian yang adil untuk personal dan organisasi. Sesederhana itu sih.”
Kita selalu melupakan, bahwa ada potensi besar dalam sebuah kolam kerelawanan. Semangat sukarela itu pasti akan diikuti dengan semangat saling membantu dan bersolidaritas. Dengan memastikan bahwa produk yang dipertukarkan adalah produk berkualitas, dengan jaminan personal ataupun organisasi, maka pastinya akan ada nilai yang diraih. Relawan itu sendiri adalah ikan di dalam kolam kerelawanan. Namun selalu, hal inilah yang kerap tertutup dari mata kemandirian.
Sudah bukan saatnya kerelawanan itu adalah berharap segala gratis akan diraih. Kerelawanan harus diikuti dengan adanya kontribusi waktu, tenaga, pikiran, materi, hingga uang. Agar kemudian kontribusi uang tak hanya sebuah yang tak bernilai, berikanlah nilai di dalamnya. Tak begitu rumit kan?
Potensi kolam kedua, yang telah tersedia adalah pembawa pesan. Jumlah yang tak sedikit, dengan penghitungan eksponensial, maka akan didapat mata pancing baru yang akan mengajak ikan-ikan baru untuk bersukarela berenang di dalam kolam yang telah terbangun. Menyampaikan pesan berantai atas produk, memberikan nilai yang berbeda pada produk. Sehingga, masuk pada ruang ini, tentunya akan memastikan ada ikan-ikan baru yang bersuka cita, dan tentunya energi bagi organisasi akan tetap berisi.
Hingga yang kemudian penting, menjaga kualitas air kolam harus tetap sesuai dengan ikan yang ada di dalamnya. Penting untuk menjadi terbuka dan bersepakat secara kolektif. Tak perlu ragu untuk mengambil keuntungan atas sebuah proses bisnis di dalam organisasi sukarela. Hanya perlu memastikan bahwa ada keterbukaan di dalam menjalankan bisnis. Setiap usaha dan tindakan, tentunya memiliki hak untuk memperoleh penghargaan yang setara. Kembali pada titik bermula, akan seperti apa berbagi hasil yang adil antara organisasi dan perseorangan.
Hal yang terberat adalah membangun kolam dan menjaga keberadaan kolam. Bagaimana agar ikan-ikan bersedia untuk berenang suka cita di dalamnya, dan tetap bersedia berada di dalam kolam yang dibangun. Menentukan bentuk kolam dan kualitas air di dalam kolam, serta ekosistem sekitar kolam, menjadi pekerjaan yang tak mudah. Ini akan dapat dilampaui dengan memulai membuat kolamnya. Pengalaman pengguna atau kerap disebut UX (Users Experience) adalah hal yang harus ditangkap dan dikelola. Jangan pernah abaikan satu celoteh pun dari ikan. Bila dikelola, itu akan memberikan manfaat untuk memperbaiki kualitas kolam dan menjadikan lebih banyak ikan yang bertandang.
Dan terakhir, jangan terlalu sibuk dengan teknologi. Yang terpenting adalah memastikan proses bisnis, dengan kolam dan ikan yang senang di dalamnya. Teknologi hanyalah sebuah jembatan, dengan harapan agar dapat memperluas kabar kepada ikan baru, dan menjaga agar ikan berbahagia di dalam kolam. Sesekali teknologi diperlukan untuk membangun sentuhan personal kepada ikan-ikan yang sedang berenang di dalam kolam. Fokuslah pada proses bisnis, teknologi informasi dapat terus dikembangkan sesuai dengan kapasitas pengelola. Pun tidak salah bila memanfaatkan jembatan milik orang lain, sementara waktu, hingga terbangun ekonomi berbagi, hingga pada waktunya dapat membangun jembatan dan pintu kolam sendiri.
Kerelawanan bukanlah serta merta segalanya harus bersukarela. Harus berpikir bagaimana kemudian organisasi bisa tumbuh dan berkembang secara kolektif, dengan kesadaran individu yang menjadi kesadaran organisasi. Tak perlu selalu berharap pada bantuan ataupun hibah, serta uluran tangan, karena sejatinya hibah, bantuan ataupun uluran tangan, akan membunuh organisasi kesukarelaan dalam waktu lebih cepat. Gitu sih. 🙂
Leave a Reply