#SaveKunti
Kerap secara sederhana melakukan ‘penistaan’ terhadap kemampuan dan kapasitas sesuatu. Dan proses ini memerlukan energi yang tidak sedikit. Melakukan observasi, analisis, mencari pembanding, merekonstruksi dan kemudian membangun konklusi. Lalu kemudian mulailah mengungkapkan sisi berbeda pada titik ‘refleksi’ yang dapat melemahkan. Akhirnya, seulas senyum memendar dengan sebuah kebahagiaan semu.
Apresiasi. Sebuah kata yang sangat sukar dimaknakan dengan sederhana. Mencoba untuk jujur dan tak kemudian menjadi dengki, menjadi sangat pelik untuk dilakukan. Akhirnya kemudian menempatkan segala adalah tiada makna. Dan kemudian abai terhadap sebuah ruang yang memajukan. Hanya cela yang ada. Tak lebih.
Memiliki aura negatif dengan energi positifnya, adalah hal yang tak sangat nyaman. Mengelolanya bukanlah sekadar menerima dan menghentikannya. Pun melawannya adalah sebuah kesalahan. Mengelolanya adalah bagaimana kemudian mengubah bilamana memungkinkan, dan mentransmisikannya pada ruang berbeda. Menumbuhkan kembali aura positif dengan energi negatifnya, tak mudah bilamana telah dikuasai oleh aura negatif. Bisa, tapi butuh energi dan waktu lebih.
Ada banyak yang berkarya, lalu kemudian padam pada waktunya. Kembali menjadi pekerja, dan membunuh jiwa kreatifnya. Beruntung pernah mengenal mereka. Ada banyak pembelajaran yang diraih. Soal motivasi, pengetahuan, semangat, dan visi. Langkah-langkah mereka luar biasa. Lompatan yang dilakukan tak terlalu dapat diperkirakan. Hanya ketika ada kekecewaan dan ‘pembunuhan’ kreativitas, maka saat itu pula berbalik arah.
Ada banyak yang berlabelkan guru pun dosen, atau sekadar calon dosen. Namun perspektif dan paradigma yang dibangun adalah ‘membunuh’ pesaing. Pelajar dan mahasiswa dipandang tak berpotensi dan akan menjadi pesaing. Pengetahuan tak dibagikan secara utuh. Pun pada keterampilan yang harusnya bisa dibagikan. Ketika prestasi telah diraih, bukan sebuah ketulusan apresiasi yang diberikan, namun sekadarnya saja.
Fungsi pembelajar, memberikan pembelajaran, membangun karakter dan perilaku, tak hanya pengetahuan dan keterampilan. Kegagalan pendidikan dasar dan menengah telah melahirkan Generasi Z yang tak punya karakter dan perilaku, serta pengetahuan dan keterampilan yang tepat dalam memasuki peradabannya. Fungsi pendidikan tinggi tak akan mampu melakukan perombakan dengan cepat. Waktu 4 hingga 7 tahun itu bukan apa-apa, dibandingkan dengan 14 tahun pendidikan usia dini hingga menengah atas. Akhirnya, hanya mereka yang berada di lingkungan berkehidupan yang tepat, akan mampu membangun dirinya.
Sudahlah. Biarkan Kunti tetap berterbangan mencari kehidupannya. Toh dia tak akan mampu menghadapi dinginnya malam, yang semakin tak jelas cuacanya. Menempatkan kembali sebagai pembelajar, berbagi pengetahuan, menumbuhkan semangat, pun hanya sekadar menunjukan jalan yang dituju, sudah cukup sebagai bekal sederhana dalam peradaban kali ini. Tak perlu menyombongkan keyakinan, karena ia adalah bangunan dalam jiwa pribadi. Berikan apresiasi yang tepat, bahkan terhadap Kunti sekalipun. Menyelamatkan Kunti, akan menyelamatkan generasi alpha. #SaveKunti, itu aja sih.
Leave a Reply