Ide abnormal
M: Saya nggak berani pak share ide yang saya buat. S: Kenapa?M: Ide saya abnormal pak. S: Memang apa idenya? (berulang kali M mengelak untuk menyampaikan idenya. Ide ini menjadi bagian pembelajaran technopreneurship terkait aplikasi IT. Hingga akhirnya M menyampaikannya) M: ide saya adalah membuat aplikasi pemindai ukuran bra. S: Dimana abnormalnya ide itu? Entahlah.
Teks Konteks
Tiga jam perjalanan saia dari kota pengindustri menuju kota pengadministrasi di timur Kalimantan. Masih belum ada hal baru di sepanjang perjalanan, kecuali harga buah naga yang semakin merangkat turun. nanas masih terus meluaskan jelajahnya, hingga di punggung perbukitan. Pun mobil-mobil pengantar karyawan tambang masih setia menanti di tepi ruko-ruko. Mungkin warung padang yang mulai ramai
belajar pada gambar
“Setting filmnya bagus“. “Kita dapat gambaran tentang kondisi kemiskinan disana“. “Bahwa masih ada gap, sehingga Papua masih miskin“. Setidaknya tiga komentar itu yang saya dapatkan ketika punya sedikit waktu untuk menyaksikan dua karya Kalyana Shira Foundation. Satu film berjudul “Tanah Mama” dan satu film lagi berjudul “Nyalon“. Ungkapan tadi merupakan ungkapan mereka yang menyaksikan film
mengapa ada mesin pencari ?
“salah tuh tulisannya“. “duh.. nggak baca apa yang nulis itu“. “hedeh… masa begitu saja nggak bisa bener sih.. kan ada mesin pencari“. Ungkapan ini tanpa disadari kerap sekali muncul ketika harus membaca beragam tulisan di laman-blog yang semakin bertumbuh. Tulisan-tulisan yang dituliskan berdasarkan pengetahuan subyektif, tanpa melakukan verifikasi, kerap menghadirkan kalimat yang berbeda makna. Apalah
es kopi dingin
“Ini es kopi atau cold brew“. Entahlah. Ada yang menyukai es kopi, yaitu air kopi dijatuhi es batu. Ada pun yang juga mulai menyukai es batu yang dijatuhi kopi yang disaring. Pun ada yang menyukai kopi yang diseduh dengan air bersuhu biasa dan kemudian disimpan hingga lebih dari 12 jam di dalam lemari pendingin. Kopi