Mesin Tik
Sejak tak nonton tipi dan hanya mendengarkan radio, lagu ini kerap didengar gegara diputar berulang di satu kanal. Irama dari mesin tik menjadi hal yang unik dari lagu ini. Ketukan mesin tik itu sebenarnya memberikan energi negatif lebih. Lalu kemudian karya terlahirkan dari setiap lembar yang bergulunggan. Dan sepertinya, keyboard laptop dan desktop itu tak memberi irama. Karenanya, penting menghadirkan kembali irama dari keyboard gadget …
Mendapatkan kabar, soal para pejuang yang melupakan nilai utama dari perjuangan, pun meniadakan rasa yang dialami oleh yang diperjuangkan, seperti memperoleh hentakan yang tak mungkin mengembalikan pendulum. Pun ketika membaca perjalanan waktu, sejak pertama dibangkitkan kembali dari kehampaannya, menemukan rantai waktu yang tak terhubungkan.
Meneriakkan kata “JASMERAH” dan kalimat-kalimat bergairah, tanpa pernah menyelubungkannya pada raga, tak serta merta menjadikan jiwa menemukan makna dibalik rangkaian kata. Selalu menenggelamkan asa yang dikibarkan. Dan kemudian, hanya berkutat soal angka yang akan diraih, lalu kembali berujar, “ini urunan.”
Ada yang dilupa sudah. Pada mereka yang sedang berjalan pada aras yang disebut perjuangan pun gerakan. Apa sensasi yang ingin diraih? Kepuasan dalam gejala narsismcomplex, ataukah sedang menyelamatkan generasimu kemudian.
Sebuah galeri pernah memaparkan bagaimana Jingga dalam generasi Bumi. Pun pada generasinya. Gambar rupa yang memberikan gambaran masa kelam dan tak berujung. Kekerasan dan penindasan berulang lugas tanpa asa. Lalu? Berlalu begitupun.
Pun pada pejuang yang sedang berhujan pada sebuah kota. Atas nama keadilan yang beradab, dengan keberadaban yang sedang berlangsung di dekatnya. Tanpa rasa, “cukup istirahat saja, tak perlu berpulang.” Sementara, ikatan yang melemahkan adalah energi yang kuat tak berpisahkan, walau dalam hitungan detik.
…berhentilah pada penghentian berikut… kembalilah pada tanah yang menguapkan hara… menemukan kembali energi negatif yang membangun kembali asa pada sekitar…
—
Kelakuannya masih sama. Tanpa dasar, tak punya argumentasi, apalagi punya solusi. Lalu berada pada penampakan untuk berujar “ini sedang memperjuangkan”
Selebihnya, masih melakukan pelanggaran asasi. Tak lebih memang, sebagai pekerja yang berlabel pegiat, memang itu pilihan untuk memperkuat narsism complex, sebuah gejala merusak tatanan.
Kalau kemudian menjadi benar dengan cara dan perilaku, maka pun dapat dipercayakan. Namun, sejatinya, hanyalah sekadar melewatkan waktu luang.
Mari bertarung…. aliran akan menuju pada tempat bermuara. wajahnya akan menampakkan pada waktunya. Gitu sih.
—
#GituSih
Related
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
aksi alam banjir banjirsmr belajar budaya bukadata cerita kota ekonomi enterpreneurship hutan ide informasi publik internet kampus kebebasan berekspresi keterbukaan informasi konservasi kopi kota cerdas mahakam media sosial mesin pencari musrenbang next pantjasila pendidikan permainan perubahan iklim pokemon politik praktik privasi PrivasiKita REDD safenet samarinda sampah smart city smartcity startup tambang teori UU ITE wirausaha
Leave a Reply