nongkrong daring itu berbahaya !
Pandemi COVID-19 mempercepat pengubahan cara interaksi antar individu. Interaksi sosial daring yang membentuk budaya baru, dipaksa untuk beradaptasi dengan sangat cepat. BIla awal 2000-an, ketika internet masih baru mulai menebar di nusantara, mimpi membangun sistem kantor daring, sekolah daring, hingga pergaulan daring, masih lah dalam imagi. Ketika undang-undang yang mengatur informasi elektronik mulai dibahas, hingga akhirnya diterbitkan dan menjadi acuan hukum, asa memuai untuk mewujudkan mimpi lalu. Pun akhirnya, lebih kerap terdengar penggunaan hukum daring sebagai upaya untuk membungkam kritik dan “ketidaknyamanan” atas respon pelayanan yang diberikan.
Media sosial menjadi wadah nongkrong baru. Dipertemukan dengan teman lama, hingga reuni dengan kawan sekolah, telah disediakan oleh media sosial. Internet dan media sosial yang berkembang telah menjadi jembatan bagi pertemuan dan komunikasi lebih intens antar personal. Ketika kemudian bermunculan media sosial yang dapat menjadi jembatan lebih baik dan cepat, pun lebih terhubung dengan perangkat mobile, akhirnya budaya nongkrong mulai bergeser ke media sosial, utamanya pada aplikasi grup (wadah pesan berkelompok), walaupun kemudian budaya nongkrong luring tetap berlangsung. Dan ketika pandemi yang membatasi interaksi luring berlangsung, maka intensitas nongkrong mulai semakin menguat.
Budaya daring bertumbuh dan berubah dengan cepat. Kemudian tayangan hiburan daring semakin bertumbuh, pertemuan daring harus dilakukan, hingga reuni pun dilakukan secara daring. Pandemi telah sukses untuk mendorong percepatan penumbuhan budaya daring. Meski masih banyak hal yang harus diadaptasikan, karena masih ada hukum informasi yang memberikan pembatasan, bahkan pembelengguan, terhadap pengembangan budaya daring lebih baik. Hukum informasi, yang awalnya ditujukan untuk memperkuat sistem transaksi elektronik, malah lebih kerap digunakan untuk saling membenci dan membelenggu kawan interaksi daring. Sementara, pengembangan pengaturan transaksi elektronik sendiri, masih berjalan sangat lamban. Hal terkait keamanan informasi dan data pribadi, sistem transaksi elektronikyang bertanggung gugat, hingga penggunaan internet sebagai jembatan peningkatan kualitas pelayanan publik dan kemudahan sistem pengambilan keputusan pembangunan, masih belum beranjak sejak pertama kali hukum ini disajikan.
“harus selalu sadar bahayanya posting di medsos sekelas WA” – pesan di sebuah grup media sosial.
Grup media sosial, sejatinya menjadi tempat nongkrong daring, malah cenderung menjadi wadah untuk menyalurkan emosi positif dan negatif. Media daring yang dapat menjadi pembuktian awal terhadap hal-hal yang berkaitan hukum berikutnya, belum sepenuhnya mengadopsi budaya begaul saat luring. Pada akhirnya, nongkrong daring masih belum sepenuhnya dapat mereplikasi apa yang terjadi pada nongkrong luring. Transformasi teknologi yang selayaknya diikuti dengan transformasi interaksi sosial dan budaya, masih menjadi tantangan dalam era nusantara 5.0. Internet yang menjadikan yang jauh semakin dekat dan yang dekat semakin jauh, memerlukan adaptasi budaya, agar tetap menjadi alat bantu yang benar-benar membantu penghidupan yang layak dan sehat.
Nongkrong daring memerlukan penyesuaian level ketersinggungan. Dan ini hal yang paling merumitkan. Efek komunikasi teks, pun bila menggunakan tampilan layar bergerak, tidak serta merta menjadikan penempatan asumsi terhadap kawan komunikasi menjadi tepat. Hanya dibutuhkan mengadopsi budaya nongkrong luring ke dalam budaya nongkrong daring, yang diperlukan. Tingkat sensitivitas masih perlu penyesuaian. Pun moda interaksi perlu tetap perlu terus bertumbuh. Mimpi dan imagi dekade lalu yang mulai berwujud, selayaknya dibawa pada peningkatan kualitas interaksi komunal dan relasi yang baik antar pelayan publik dan yang dilayani. Walaupun tak dapat dideteksi, kapan budaya nongkrong daring menjadi tidak berbahaya lagi.
Related
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
aksi alam banjir banjirsmr belajar budaya bukadata cerita kota ekonomi enterpreneurship hutan ide informasi publik internet kampus kebebasan berekspresi keterbukaan informasi konservasi kopi kota cerdas mahakam media sosial mesin pencari musrenbang next pantjasila pendidikan permainan perubahan iklim pokemon politik praktik privasi PrivasiKita REDD safenet samarinda sampah smart city smartcity startup tambang teori UU ITE wirausaha
Leave a Reply