Pancake
“Pancakenya enak,” ujarmu sambil menyorongkan piring yang telah berisi setengah potong pancake yang di atasnya nemplok es krim dan seutas dedaunan. Rasanya sesuai pancake. Level lembutnya masih belum pas. Enak? Iya, namun masih berasa ada yang belum tepat ketika berpadu dalam rongga mulut.
Rasa itu terletak pada ujung syaraf. Setelahnya, akan serupa. Pada kuliner, dengan bahan yang serupa, dapat memberikan rasa yang berbeda. Baik rasa pandangan, rasa aroma, rasa kecapan, pun rasa sentuhan. Dan tidak ada yang dapat menstandarkan rasa, karena ini persepsi.
Setiap pengalaman yang berbeda memberikan rasa yang berbeda. Ketika selalu merasakan pahitnya timun, maka otak akan selalu berupaya meletakkan rasa pahit pada timun sebagai default. Lalu kemudian, ketika ada penbepajaran baru, menemukan rasa berbeda dari timun, maka ada proses pengolahan, pun hingga penarikan kesimpulan, bahwa timun tak selalu pahit.
Namun, rasa selalu berpulang pada kenyamanan. Bukan sekadar nyaman banar, namun lebih pada kesesuaian. Pancake itu menjadi penyambung kenyamanan. Walau belum sempurna, rasa tak mudah untuk dikelabui. Sepotong pancake itu menguatkan rasa, dan hadirkan kenyamanan masa, yang masih memerlukan ketidaksetimbangannya.
/Pada selamat pagiii
Related
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
aksi alam banjir banjirsmr belajar budaya bukadata cerita kota ekonomi enterpreneurship hutan ide informasi publik internet kampus kebebasan berekspresi keterbukaan informasi konservasi kopi kota cerdas mahakam media sosial mesin pencari musrenbang next pantjasila pendidikan permainan perubahan iklim pokemon politik praktik privasi PrivasiKita REDD safenet samarinda sampah smart city smartcity startup tambang teori UU ITE wirausaha
Leave a Reply