Pengelolaan Hutan 4.0
Berdiskusi dengan penggagas dan penyusun RPJMN sektor Kehutanan, di mana salah satu dari 5 arasnya adalah Pengelolaan Hutan 4.0, semakin menyakini bahwa saat ini belum akan melampaui 2 atau setidaknya 2.5. Interoperabilitas, itu saja yang menjadi target yang dibungkus dengan pegelolaan hutan 4 0. Pun secara bisnis proses, hanya berada pada tataran hulu dalam pengelolaan hutan, walaupun sangat mendasar, pengukuhan kawasan hutan. Maka skenario besar hutan 4 0 masih akan terlalu lama digapai.
Kalau x.0 itu artinya belum mapan. Iya sih, karena memang baru dimulai. Pun pada sektor kehutanan, terjadi lompatan, bilamana ingin meraih 4.0. Belum juga ada satu infrastruktur agar bisa diterima ekosistem 3.0 pada proses bisnis kehutanan. Ini sebuah peta jalan yang tak mudah.
Pada fase 2.0 pun, kemudian arah keterbukaan malah ditutup. Surat edaran yang berdasarkan pada putusan pengadilan atas gugatan keterbukaan informasi, menjadikan institusi pengelola hutan menutup diri atas sebuah informasi yang sebaiknya terbuka. Sistem informasi geografis, yang selayaknya menjadi pendorong bagi menguatnya tata kelola kehutanan, menjadi bumerang terhadap sistem yang telah berlaku selama ini.
Progres pengelolaan hutan, yang sudah melampaui setengah abad, masih belum mencapai cita-cita luhur pengelolaan hutan secara keseluruhan. Kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat, adalah sisi keping uang yang tak pernah diuji pencapaiannya. Hanya keping uangnya saja yang selalu diperhitungkan.
Ada tiga aras utama dalam mengelola hutan, sosial-budaya, ekologi, dan ekonomi. Tarikannya lebih banyak pada yang mana? Benar bahwa laju penghilangan hutan menurun, yang sebagian besar disebabkan karena memang semakin sedikit hutan yang mampu dihilangkan, dengan ketersediaan teknologi dan modal saat ini. Pun bahwa kesejahteraan masyarakat masih dinilai pada aspek keekonomian, hingga kemudian perhutanan sosial bergulat pada unit usaha yang seolah wajib diwujudkan. Sementara, keterpurukan produk domestik (regional) bruto sektor kehutanan, utamanya kayu, semakin menunjukkan bahwa hutan memang bukan semata menopang ekonomi negeri.
Saia bersepakat bahwa pemikiran ekonomi lingkungan, yang bersandar pada valuasi, sudah selayaknya ditinggalkan. Konsepsi ini harus digantikan dengan ekologi ekonomi. Bahwa kapital hutan bukanlah untuk disetarakan dengan penghitungan ekonomi langsung semata. Hutan memiliki nilai bangkitan ekonomi turunan, pun lebih utama pada dua aras ekologi dan sosial-budayanya.
Sejak lahirnya pemikiran “forest for peoples”, sejatinya arah pembangunan kehutanan mulai menempatkan dengan tepat perhitungan kinerja pengelolaan hutan, yang tak semata melihat pengaruh ekonomi langsung hutan pada perekonomian regional dan nasional. Masih jauh lebih besar kehilangan ekonomi akibat kesalahan model pengelolaan hutan.
Mendorong pengelolaan hutan 4.0, menjadi sintesa menarik dalam membongkar proses bisnis kehutanan secara komprehensif. Hutan, dengan nilai-nilai di dalamnya, dapat dikuatkan dengan adanya data besar (big data), kecerdasan buatan (artificial intelligence), Internet of things (IoT), pun ditambah dengan teknologi komputasi awan (cloud computing) dan blockchain, semakin dapat memastikan pengukuran kinerja pengelolaan hutan, yang tidak semata dari sisi ekonomi langsung.
Langkah tepat bilamana Bappenas menempatkan Pengelolaan Hutan 4.0 dalam satu dari lima arah pembangunan sektor kehutanan menuju kontribusi nasional yang ditentukan (nationally determined contributions ) 2030 ataupun Visi Indonesia 2045. Menurunkan level 4.0 hanya pada kesiapan keberterimaan akan mematikan gagasan luar biasa ini. Perpindahan model bisnis (shifting) sudah diperlukan secepatnya dilakukan. Sudah usang cerita kayu yang hanya menopang lima persen dari fungsi hutan.
Bagaimana kelanjutan cerita 4.0 ini. Mengubah perilaku organisasi memang tak selalu mudah, namun selalu mungkin. Butuh energi lebih dan kosmologi yang mendukung, agar kemudian cerita-cerita advokasi kehutanan bisa menemukan jalan cerita sesuai dengan teori pengubahan (theory of change) yang telah disusun dalam lembara kertas. Entahlah…. #GituSih
Related
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
aksi alam banjir banjirsmr belajar budaya bukadata cerita kota ekonomi enterpreneurship hutan ide informasi publik internet kampus kebebasan berekspresi keterbukaan informasi konservasi kopi kota cerdas mahakam media sosial mesin pencari musrenbang next pantjasila pendidikan permainan perubahan iklim pokemon politik praktik privasi PrivasiKita REDD safenet samarinda sampah smart city smartcity startup tambang teori UU ITE wirausaha
Leave a Reply