Tiarap Nikel
“Sudah sepi pak. Nggak ada lagi yang jalan,” ujarnya sambil menghirup asap rokoknya. “Dulu saya juga pernah di batubara, dua tahun saja. Sekarang ya nggak ada lagi juga tambang ore yang beroperasi”
Tambang tanpa smelter sepertinya masih tiarap. Walaupun beberapa sudah mulai membangun smelternya. “Sudah pak, sekarang bayar belakang. Dan juga untungnya tipis. Kalau dulu dengan China, kami sering dapat bonus”.
Memang aturan tentang kewajiban tidak boleh menjual bahan mineral mentah sangat memberikan pengaruh. Pun pada kawasan yang punya kesempatan sejenak untuk beristirahat. Berbeda dengan batubara yang menukik karena harga semakin rendah, walau kini kembali meningkat.
Poros ekonomi mineral dan batubara negeri ini benar-benar dikuasai oleh RRT. Ketika Tiongkok memutuskan untuk berhenti membeli, maka semakin runtuhlah ekonomi fatamorgana mineral dan batubara disini.
Bagaimana rupa lahan yang ditinggalkan? Saia belum menyaksikan langsung, sampai kemudian seorang kawan berujar, “Ada pak. Kawasan yang sudah rusak dan ditinggalkan tambang. Bekas-bekasnya masih ada.” Entah bagaimana wujudnya, ia tak terlalu bersemangat menceritakannya.
Batubara akan mulai menggeliat lsgi, walau tak banyak lagi pemainnya. Pun pada mineral, walau pembelinya masih tak terlalu tertarik membeli. Ekonomi tambang memang oase ekonomi. Hanya menyegarkan sesaat dan di penglihatan. Sejatinya ekonomi tambang adalah kanker ekonomi, yang perlahan menggerogoti tatanan ekonomi berkelanjutan yang sudah mulai bertumbuh.
Pun industri semen dan tambang kapurnya. Yang kemudian selalu dikumandangkan adalah hanya butuh sedikit air untuk pendingin mesin penggerus, lahan kupasan yang tidak luas, umur hidup yang ratusan tahun, hingga pekerja yang banyak. Namun, ketika bermula maka cadangan air baik di bawah benatuannya akan hilang, dan itu adalah cadangan kehidupan jangka panjang. Air itu tak akan tergantikan dengan keberadaan embung, yang berapapun volumenya.
Entah, sisi ekonomi fatamorgana masih memberikan kemewahan bagi sebagian. Dan tak ada yang menghitung dampk ekonomi riil jangka panjang, yang harus diterima oleh warga di kawasannya. Mungkin saja, keilmuan valuasi ekonomi terlalu berandai-andai, hingga masih butuh didaratkan. Pendekatan dan metodologi penghitungannya butuh direka ulang.
Pun terhadap peneliti dan pengkaji yag kabarnya membaca biodiversity, cadangan air tanah dan batuan geologis pada kawasan kapur hingga karst. Hingga saat ini, tak jua memaparkan hasil kajiannya. Tak cukup hanya bicara jumlah mata air, namun lebih dalam dari itu, kubah air dan debit alirannya entah berapa.
Lalu? Mari kembali bermimpi. Teori itu tak terlalu penting, walau praktik tak akan memberi makna tanpa teori. Tanpa teori, bangunan praktik merupakan kekeroposan waktu. Gitu sih.
Related
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
aksi alam banjir banjirsmr belajar budaya bukadata cerita kota ekonomi enterpreneurship hutan ide informasi publik internet kampus kebebasan berekspresi keterbukaan informasi konservasi kopi kota cerdas mahakam media sosial mesin pencari musrenbang next pantjasila pendidikan permainan perubahan iklim pokemon politik praktik privasi PrivasiKita REDD safenet samarinda sampah smart city smartcity startup tambang teori UU ITE wirausaha
Leave a Reply