pilihan ganda maudy
xetizen pun zetizen sedang memperbincangkan perubahan cara asesmen pada sistem pembelajaran, dengan usulan sebaiknya pilihan ganda tak lagi digunakan. dasar pemikirannya agar yang dinilai adalah berpikir kritis dan daya analisa, ketimbang kemampuan menghapal. pun dengan demikian, penyaringan tersebut juga akan membangun cara mengajar dan model pembelajaran. pendapat berbeda bermunculan, dengan dalih akan tak mudah melakukan pemeriksaan terhadap respon siswa yang jumlahnya tak sedikit. disebut juga rasio guru yang masih belum berimbang, menjadikan ini sebagai sebuah beban baru bagi pengajar.
bisa jadi memeriksa hasil jawaban peserta belajar dengan bentuk pertanyaan esai, bukanlah hal yang mudah. membayangkan puluhan soal dengan ragam tulisan dalam jawaban, seperti membayangkan savana yang mengabu. pekerjaan pertama adalah membangun pertanyaan esai, yang setidaknya dapat membaca pemahaman pembelajar dari proses yang telah dilalui. hal yang serupa dengan membangun pertanyaan dengan jawaban pilihan tunggal. keduanya memiliki tingkat kesulitan yang serupa, hingga dari sisi membangun pertanyaan untuk asesmen, bukanlah persoalan dalam proses persiapan.
ketika memeriksa jawaban dengan pilihan tunggal, menjadi pekerjaan yang sederhana. bilamana dibuat dengan model kuis berbasis aplikasi elektronik, maka serta-merta dapat dilihat hasil yang diperoleh. pun ketika lembar jawaban berbasis teknologi membaca bulatan hitam, serupa dengan menggunakan templat kertas berlubang yang dipersiapkan. maka membayangkan memeriksa jawaban asesmen berbentuk esai, dengan ragam cara menulis dan bentuk tulisan, pilihannya adalah melakukan skim (membaca sepintas). perlu berlatih dan membiasakan agar memudahkan dalam melakukannya.
dengan mengubah cara melakukan asesmen, maka pengajar pun harus belajar lagi. pun pada ‘pabrik’ pengajar, harus mulai mengubah kurikulum dan metodologi pembelajaran. daya kritis dan cara berlogika negeri ini masih memerlukan asupan yang baik, agar dapat membangun pencerdasan. permasalahan yang selalu berulang muncul dalam setiap kali dilakukan penliaian terhadap proses pendidikan negeri.
bisa jadi ini kesalahan kolektif negeri, di kala pendidikan tinggi pendidikan bukan menjadi prioritas pilihan anak negeri. pun ketika mulai menjadi semi-prioritas, ‘pabrik’ hanya menjadi pengembang robot intelektual tanpa AI. ketika teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) mulai berkembang, teknologi ‘pabrik’ masih pada setelan awal, belum menuju fase industri 5.0. masih cukup waktu untuk membangun peradaban baru, pada generasi βeta pun γamma.
ketika anggaran pendidikan sudah semakin meningkat, yang sebagian besar masih berkutat pada infrastruktur, sudah selayaknya anggaran pendidikan dan penelitian (riset) diprioritaskan pada memperbaiki teknologi ‘pabrik’. permasahalan di hulu dan hilir bak lingkaran tak berujung, namun dapat dikondisikan agar menjadi model spiral atau pun framework agile. pilihannya memang ada pada menteri, dan semoga pemikiran maudy menjadi pemantik terhadap cara kerja pengembangan pendidikan nusantara berikutnya. #bacajuga belajar ibukota.
Related
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
aksi alam banjir banjirsmr belajar budaya bukadata cerita kota ekonomi enterpreneurship hutan ide informasi publik internet kampus kebebasan berekspresi keterbukaan informasi konservasi kopi kota cerdas mahakam media sosial mesin pencari musrenbang next pantjasila pendidikan permainan perubahan iklim pokemon politik praktik privasi PrivasiKita REDD safenet samarinda sampah smart city smartcity startup tambang teori UU ITE wirausaha
Leave a Reply